Publikasi
/
Pojok BAST
Publikasi
/
Pojok BAST
Pojok BAST
Tim BAST
05 Nov 2024
13
0
Paris, 29/10/2024 – Hari Selasa ini ditunggu-tunggu, karena hari ini Prof. Dr. Hizir Sofyan mewakili Indonesia untuk berbicara di konferensi bergengsi ini. Dalam penampilannya, Prof. Hizir menjelaskan kisah sukses Indonesia dalam menyelamatkan arsip-arsip tsunami setelah proses rehabilitasi dan rekonstruksi di Aceh dan Nias, yang terkena dampak bencana gempa bumi dan tsunami.
Hari kedua konferensi UNESCO ini mengungkap pentingnya pelestarian budaya dan arsip dunia, dengan tokoh-tokoh terkemuka yang menggugah semangat kolaborasi lintas negara. Sambutan pembukaan dari Mr. Takehiro Kano, Duta Besar Jepang untuk UNESCO, menekankan perlunya kerjasama dalam menghadapi ancaman bencana yang mengancam ingatan kolektif umat manusia. Sementara itu, Mr. Hideyuki Yamatani dari Arsip Nasional Jepang memberikan apresiasi kepada semua pihak yang peduli pada sejarah dan arsip, sekaligus mendorong lebih banyak program untuk mengamankan warisan budaya.
Di sesi utama, Ms. Aruna Gujral dari ICCROM mengajak peserta untuk menerapkan pendekatan komprehensif dalam pelestarian budaya, tidak hanya terbatas pada kebijakan tetapi juga aksi nyata. Mr. Amit Sood dari Google Arts & Culture melengkapi gagasan ini dengan pemanfaatan teknologi untuk melestarikan dan membuka akses kekayaan budaya dunia, membawa dimensi baru dalam memahami arsip.
Sesi berikutnya menyoroti praktik terbaik dari para ahli berpengalaman dalam penanganan arsip sebelum, saat, dan setelah bencana. Mr. Robert Baron menekankan pentingnya ketahanan komunitas dalam menjaga arsip, sementara Ms. Ana Magalhães dari Brasil menunjukkan peran krusial respons cepat saat bencana, didukung oleh pengalaman Ms. Gala-Alexa Amagat dalam mendokumentasikan warisan yang terdampak.
Di sesi pemulihan pascabencana, Prof. Hizir Sofyan dari Universitas Syiah Kuala mewakili Indonesia tampil dengan cerita yang menggugah dan menyentuh hati. Ia berbagi pengalaman Aceh dalam merawat ingatan melalui arsip-arsip tsunami yang tersimpan di ANRI Aceh, menunjukkan kepada dunia bagaimana tragedi dapat menjadi kekuatan untuk persatuan dan ketahanan. Hizir Sofyan menekankan pentingnya arsip sebagai jembatan yang menyatukan pengalaman kolektif berbagai bangsa, terutama bagi masyarakat yang pernah menghadapi bencana serupa. Pendekatan Aceh, yang memadukan keberagaman budaya dalam pemulihan komprehensif, menjadi inspirasi bagi delegasi, membuktikan bahwa ingatan bencana yang dikelola dengan bijak bisa menjadi pendorong untuk masa depan yang lebih kuat dan terhubung.
Sesi terakhir mengadakan diskusi tentang mekanisme kolaborasi yang efektif. Ms. Rita Tjien Fooh dan Ms. Mary Grace Golfo Barcelona menekankan pentingnya rencana manajemen bencana berbasis kebutuhan lokal, serta semangat kerjasama lintas negara. Mereka menyerukan pembentukan jejaring internasional yang mampu memberikan dukungan cepat dan membangun ketangguhan arsip di wilayah rawan bencana.
Konferensi ini diakhiri dengan seruan kuat dari Mr. Jussi Nuorteva, yang menekankan perlunya pengembangan rencana tanggap darurat khusus untuk arsip, digitalisasi arsip sebagai jembatan ke masa depan, dan pelibatan masyarakat sebagai penjaga utama ingatan kolektif kita. Dengan pesan ini, konferensi tidak hanya menjadi ruang bertukar ide tetapi juga sumber inspirasi bagi kita semua untuk melindungi arsip—bukan hanya sebagai dokumen sejarah, tetapi sebagai warisan abadi yang perlu kita jaga agar tetap hidup meski bencana mengancam.
Mari kita terus menjaga arsip-arsip ini, bukan hanya sebagai catatan masa lalu, tetapi sebagai peta yang memandu kita menuju masa depan yang lebih baik. Karena dalam setiap arsip tersimpan kekuatan ingatan kolektif yang mampu mengubah bencana menjadi pelajaran berharga, mempersatukan kita dalam kebersamaan, dan mengantarkan kita pada masa depan yang lebih berdaya. (MI)