Profil
/
Sejarah
Profil
/
Sejarah
Sejarah
Pada tanggal 26 Desember tahun 2004, Gempa berkekuatan 9,3 Skala Richter (SR) terjadi di Samudera Hindia. Gempa tersebut kemudian disusul dengan Tsunami yang menghamtam hampir seluruh pesisir Aceh bahkan hingga ke berbagai negara lainnya seperti Sri Lanka, India, Malaysia, Myanmar, Bangladesh, Thailand bahkan sampai ke Afrika. bencana tersebut menelan ratusan korban jiwa dan meluluh lantakkan wilayah Aceh. Provinsi paling ujung pulau sumatera ini menjadi daerah terdampak yang paling parah dari bencana tersebut. Lebih dari 200,000 korban meninggal dunia serta kerugian materi yang sangat besar. Perserikatan Bangsa-Bangsa menyatakan bahwa tsunami di Aceh merupakan bencana kemanusiaan terbes ar dalam sejarah abad ke-21. Bantuan internasional dari sekitar 56 negara dikerahkan ke Aceh.
Beberapa bulan setelah tsunami, pada tanggal 28 Maret 2005, gempa dengan kekuatan 8.7 Skala Richter (SR) kembali terjadi di sebelah utara pulau Nias, Sumatera Utara. Gempa tersebut merupakan Akumulasi energi dari megathrust pada zona penunjaman akibat gangguan keseimbangan yang dipengaruhi gempa yang terjadi di Aceh pada 26 Desember 2004 (Nuryanto Heru, 2005). Gempa di Pulau Nias juga menelan korban jiwa dan kerusakan yang luar biasa di berbagai aspek kehidupan masyarakat dan pemerintahan.
Untuk mempercepat pemulihan di Wilayah Aceh dan Sumatera Utara pasca kedua bencana tersebut, Pemerintah Indonesia membentuk Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Nanggroe Aceh Darussalam (NAD)- Nias pada tanggal 16 April 2005 yang diketuai oleh Kuntoro Mangkusbroto. Badan tersebut dibentuk melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) No. 2 Tahun 2005 tentang Badan Rehabilitasi Dan Rekonstruksi Wilayah Dan Kehidupan Masyarakat Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara yang selanjutnya disahkan menjadi undang-undang No. 10/2005
Badan Rehabiltasi dan Rekonstruksi NAD-Nias (BRR NAD-Nias) bertugas untuk melakukan Rehabilitasi meliputi perbaikan dan pemulihan prasaran dan sarana umum serta pelayanan publik; Prasarana dan sarana perekonomian yang mencakup perbankan, keuangan serta dunia usaha khususnya usaha kecil dan menengah; rasarana dan sarana kesehatan dan psiko-sosial; Prasarana dan sarana kehidupan keagamaan serta adat istiadat; Prasarana dan sarana pendidikan dan kebudayaan; Hak-hak atas tanah dan bangunan; Prasarana tempat tinggal sementara yang memadai dan manusiawi; dan Prasarana dan sarana yang terkait langsung dengan normalisasi kegiatan pemerintahan dan kehidupan bermasyarakat.
Sementara itu, tugas Rekonstruksi meliputi, Penataan ruang; Penataan lingkungan hidup dan pengelolaan sumber daya alam; Pembangunan prasarana dan sarana perumahan serta pemukiman; Pembangunan prasarana dan sarana umum serta pelayanan publik; Pembangunan prasarana dan sarana perekonomian yang mencakup perbankan, keuangan serta dunia usaha khususnya usaha kecil dan menengah; Pembangunan prasarana dan sarana kehidupan keagamaan dan adat istiadat; Pembangunan prasarana dan sarana pendidikan dan kebudayaan; Penciptaan tenaga kerja yang menunjang kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi; dan Pembangunan prasarana dan sarana yang terkait langsung dengan normalisasi kegiatan pemerintahan dan kehidupan bermasyarakat; dan Pelaksanaan rekonstruksi lainnya sesuai dengan rencana induk dan rencana rinci.
Setelah bencana tsunami terjadi di Aceh, Arsip Nasional Republk Indonesia membentuk tim khusus untuk melakukan penyelamatan warkah pertanahan di Kantor BPN Aceh. Tim yang terdiri dari Arsiparis ANRI, Konservator Perpustakaan Nasional, staf Badan Arsip Propinsi NAD, dan staf BPN Aceh melakukan penyelamatan terhadap arsip-arsip BPN yang terdampak bencana tsunami.
Pada tanggal 15 Maret 2005, tiga bulan pasca bencana tsunami di Aceh, pesawat Hercules milik Tentara Nasional Republik Indonesia mengangkut 13ton arsip bencana tsunami Aceh ke Jakarta untuk direstorasi oleh Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI). Arsip-arsip tersebut merupakan arsip Badan Pertanahan Nasional (BPN) berupa Sertifikat Tanah Sertifikat, surat ukur, warkah dan arsip penting lainnya yang rusak akibat bencana tsunami.
Arsip-Arsip tersebut sangat penting untuk diselamatkan dan direstorasi karena berdasarkan arsip tersebut, BPN dapat membuat kembali sertifikat tanah baru sebagai pengganti sertifikat yang rusak atau hilang akibat bencana tsunami untuk mengembalikan hak-hak keperdataan masyarakat Aceh.
Setelah beberapa bulan melakukan restorasi yang dipimpin oleh Profesor Isamu Sakomoto dari Jepang, pada akhir tahun 2006, sebanyak 84 meter kubik arsip BPN berhasil di restorasi. Arsip-arsip tersebut kemudian dikembalikan ke BPN Aceh, dari arsip tersebut BPN Kemudian membuat sertifikat baru untuk diberikan kepada masyarakat Aceh yang telah hilang sertifkatnya akibat bencana tsunami.
Berdasarkan amanat undang-undang Nomor 7 tahun 1971 sebelum lahirnya Undang-Undang Nomor 43 tahun 2009 tentang ketentuan-ketentuan pokok kearsipan yang menyatakan bahwa arsip nasional RI memiliki kewajiban untuk merawat dan melestarikan dokumen vital negara, bukti akuntabilitas kinerja aperatur, alat bukti sah di pengadilan dan sebagai memori kolektif bangsa, maka diperlukannya pengelolaan dan penyelamatan arsip Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) NAD-Nias yang tercipta dari pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi untuk Aceh dan Nias yang terdampak bencana dikarenakan arsip ini memiliki nilai guna historis yang sangat tinggi yang nantinya akan bermanfaat untuk masayarakat luas sesuai dengan kepentingannya.
Kegiatan Pengelolaan dan penyelamatan arsip BRR NAD-NIAS kemudian dilakukan oleh Pusat Jasa Kearsipan sebagai bentuk pelaksanaan penataan kembali serta penyelamatan arsip BRR NAD-NIAS sesuai dengan prinsip kearsipan dan undang-undang agar dapat memberikan jaminan kepastian hukum yang sebenarnya dalam mengelola arsip yang baik yang digunakan sebagai sumber informasi.
Sepanjang waktu melaksanakan tugasnya, BRR telah menciptakan banyak arsip terkait pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi di wilayah Aceh dan juga Nias dalam upaya menciptakan kehidupan yang lebih baik di wilayah terdampak bencana tersebut. Arsip-arsip yang telah terkumpul pada akhirnya menjadi nilai strategis sebagai warisan budaya bangsa dalam penanganan kebencanaan. Maka dari itu, penting sekali untuk dapat melestarikannya hingga nanti dapat dimanfaatkan, baik itu dimanfaatkan dalam bidang hukum, politik, keuangan, administrasi, penelitian, dan juga sebagainya.
Sesuai peraturan presiden Nomor 3 tahun 2009, masa kerja BRR dalam upayanya memulihkan Aceh dan Nias berakhir pada tanggal 16 April 2009, berakhirnya masa ini maka berakhir pula BRR berdiri di NAD dan NIas. Dan Berdasarkan nota kesepahaman antara BRR, Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) dan pemerintah Nanggroe Aceh Darussalam, segala arsip yang telah tercipta dari kegiatan yang dilakukan oleh BRR dikelola oleh ANRI di wilayah provinsi Aceh. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1971 (saat ini Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009) tentang pokok-poko kerasipan kearsipan, maka dari itu ANRI dengan upayanya membentuk sebuah UPT yang diberi nama Balai Arsip Tsunami Aceh (BATA) untuk dapat mengelola arsip-arsip tersebut.
Sesuai dengan Peraturan Kepala Arsip Nasional Republik Indonesia Nomor . 09.A Tahun 2009 Balai Arsip Tsunami Aceh (BATA) didirikan sebagai salah satu unit pelayanan teknis yang berada di bawah naungan Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) yang memiliki tugas melaksanakan pengolahan, penyimpanan, preservasi, dan pelayanan arsip kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi BRR NAD-Nias. Sejak berdiri pada 2009, BATA memiliki tujuan utama yaitu menjadikan diri sebagai pusat studi kebencanaan dunia yang nantinya dapat bermanfaat bagi masyarakat, bukan hanya di Indonesia saja tetapi juga di mancanegara, oleh karena itu BATA dengan sinergi yang bersungguh-sungguh terlus melakukan peningkatan kualitas dan mutu demi tercapainya cita-cita tersebut.
Pada tahun 2017 Balai Arsip Tsunami Aceh (BATA) berubah nama menjadi Balai Arsip Statis dan Tsunami Aceh (BAST) dengan ruang lingkup yang semakin luas yaitu menyelamatkan serta melestarikan arsip lembaga vertikal dan juga arsip tsunami. Nama Balai Arsip Tsunami Aceh (BATA) berubah menjadi Balai Arsip Statis dan Tsunami (BAST) setelah dilakukan penyempurnaan terhadap Perka ANRI Nomor 09A Tahun 2009 sehingga lahirnya Perka ANRI Nomor 2 tahun 2017 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Arsip Statis dan Tsunami.
Sebagai unit pelaksana teknis arsip nasional republik Indonesia, BAST melaksanakan tugas akuisisi, pengolahan, preservasi, serta layanan dan pemanfaatan arsip statis lembaga negara tingkat pusat di daerah seluruh Indonesia dan arsip tsunami yang berada di bawah serta bertanggung jawab kepada deputi bidang konservasi arsip.
Pada Tahun 2017, Arsip Tsunami Samudera Hindia diakui oleh United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) berupa Memory Of the World (MoW) melalui join nomination antara Sri Lanka dan juga Indonesia sebagai bentuk nilai pembelajaran bagi masyarakat di seluruh dunia. MoW merupakan sebuah pengakuan terhadap warisan yang memiliki signifikasi dunia sekaligus menjadi sumber sejarah dan warisan yang dapat diakses oleh masyarakat dunia. Arsip tsunami juga menjadi memori kolektif bagi masyarakat dunia karena telah mampu menciptakan semangat persatuan, solidaritas, dan kemanusiaan di antara bangsa-bangsa di dunia. Selain itu juga menjadi ceriminan bagi dunia tentang ketabahan, kekuatan, dan semangat juang orang dan negara-negara yang terkena dampak tsunami. Arsip Tsunami Samudera Hindia memilki nilai pembelajaran bagi masyarakat dunia baik itu tentang kebencanaan, kemanusiaan, dan pengembangan teknologi penanggulangan bencana.
Guna meningkatan akses dan pemanfaatan arsip-arsip tersebut sebagai sumber pembelajaran dan penelitian, Balai Arsip Statis dan Tsunami membentuk Pusat Studi Arsip Kebencanaan/Arsip Tsunami melalui Keputusan Kepala Arsip Nasional Republik Indonesia Nomor 424 Tahun 2021 Tentang Pusat Studi Arsip Kebencanaan/Arsip Tsunami. Pusat Studi ini akan menjadi rujukan sumber informasi yang autentik dan terpercaya bagi para peneliti yang ingin memanfaatkan arsip-arsip tsunami yang tersimpan di Balai Arsip Statis dan Tsunami.
BAST sebagai pusat studi kebencanaan yang telah diresmikan pada tanggal 22 Oktober 2021 oleh Drs. Imam Gunarto, M.Hum selaku Kepala Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) beserta Kepala Perpustakaan Nasional Indonesia, Drs. Muhammad Syarif Bando, MM dan Dr. Ir. Bima Maria Wibisana, MSIS selaku Plt. Kepala Badan Kepegawaian Negara merupakan persembahan dari pemerintah pusat kepada masyarakat aceh dan dunia dalam hal kebencanaan. Hal ini agar kita tetap bisa melestarikan memori yang sudah terjadi kepada anak cucu kita untuk pembelajarannya di masa depan dan apabila terjadi sesuatu kejadian yang sama dikemudian hari, kita semua sudah lebih siap menghadapinya.